Senin, 29 Agustus 2011

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN PELATIHAN

Oleh : Adhyaksa Wisanggeni


Sebelum membuat perencanaan dan melaksanakan pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia (selanjutnya dalam tulisan ini disebut “pelatihan”) ada tiga pertanyaan yang harus dijawab, yaitu : 
  1. Di bagian mana organisasi yang membutuhkan pelatihan?
  2. Apa yang harus dipelajari oleh peserta pelatihan agar mereka dapat mengerjakan pekerjaannya secara efektif?
  3. Siapa yang membutuhkan pelatihan dan pelatihan apa yang dibutuhkan?
Ketiga pertanyaan tersebut harus terjawab dalam proses identifikasi kebutuhan pelatihan (training need analysis). Untuk menjawab pertanyaan pertama, dilakukan organizational analysis (analisis organisasi). Untuk menjawab pertanyaan kedua maka perlu dilaksanakan task analysis (analisis pekerjaan). Sedangkan jawaban dari pertanyaan ketiga diperoleh melalui proses person analysis (analisis orang).

Performance appraisal (penilaian kinerja) adalah salah satu metode person analysis untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan paling umum digunakan. Untuk menyusun program pelatihan, sebagian organisasi merasa sudah mendapatkan data dan informasi yang “cukup” dari hasil penilaian kinerja. Karena pada intinya tujuan pelatihan tidak hanya untuk kepentingan individu atau karyawan yang bersangkutan, proses identifikasi kebutuhan pelatihan selayaknya juga mencakup analisis organisasi dan analisis pekerjaan.
 
Perbedaan utama dari ketiga metode tersebut adalah penilaian kinerja lebih fokus pada kesesuaian kompetensi individual dengan persyratan pekerjaan, analisis pekerjaan fokus pada isi pekerjaan, dan analisis organisasi fokus pada tingkat organisasi dan perubahan-perubahannya yang berdampak pada kebutuhan kompetensi baru bagi karyawan. Idealnya, data dan informasi yang diperoleh dari ketiga metode tersebut menjadi dasar untuk merencanakan dan melaksanakan pelatihan. Hasil dari ketiga metode saling melengkapi dan karena itu perencanaan pelatihan akan lebih valid dan dapat diandalkan. Ketiga metode identifikasi kebutuhan pelatihan tersebut dapat digambarkan dalam model sebagai berikut :

Organizational Analysis (Analisis Organisasi).
Ruang lingkup analisis organisasi mencakup keseluruhan organisasi, faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi efektivitas suatu organisasi, sasaran dan strategi organisasi, sumber daya manusia yang saat ini dimiliki, dan iklim organisasi (terutama employee engagement).
 
Perubahan-perubahan yang semakin cepat dan kompleks yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi berdampak pada organisasi. Salah satu dampak dari perubahan-perubahan adalah perubahan-perubahan pada proses bisnis dan proses kerja, baik dalam hal kecepatan maupun metode kerja. Organisasi dituntut lebih fleksibel dan cepat dalam menjalankan proses bisnis dan mengelola aktivitas-aktivitas untuk menghasilkan produk barang dan jasa. 

Setiap perubahan proses bisnis dan proses kerja akan berdampak pada pekerjaan individual maupun tim. Pada gilirannya, setiap perubahan pekerjaan (konteks, proses dan konten) akan berdampak pada persyaratan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang dibutuhkan.
 
Bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, setiap perubahan teknologi komunikasi dan informasi berdampak langsung terhadap pengetahuan dan keterampilan kerja para teknisinya. Perusahaan dituntut selalu mengadakan pelatihan agar mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang teknologi komunikasi dan informasi yang baru.
 
Dalam konteks ini, keusangan kompetensi terjadi karena perubahan teknologi komunikasi dan informasi. Kompetensi SDM yang semula sudah sesuai dengan pekerjaan yang lama, maka dengan perubahan teknologi komunikasi dan informasi, pekerjaan yang sama menuntut persyaratan kompetensi yang berbeda.
 
Survei terhadap iklim organisasi perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana sesungguhnya employee engagement terhadap organisasi dan pekerjaan. Jika karyawan memiliki persepsi negatif terhadap organisasi (antara lain kebijakan-kebijakan, sasaran dan strategi organisasi, prosedur, dan lain sebagainya) dan pekerjaan, maka rasa memiliki dan keterlibatan karyawan dalam pencapaian sasaran dan implementasi strategi organisasi akan lemah. Dengan melakukan analisis organisasi maka dapat diketahui masalah-masalah yang dihadapi organisasi dan bagian-bagian dalam organisasi yang relevan untuk menjadi materi pelatihan.

Task Analysis (Analisis Pekerjaan).
Task analysis adalah metode untuk menganalisis pekerjaan dengan tujuan memperoleh informasi tentang apa yang orang kerjakan, menggunakan alat-alat kerja apa, dan apa pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang harus dimiliki seseorang untuk mengerjakan suatu pekerjaan.
 
Untuk setiap pekerjaan yang berbeda akan terdapat aktivitas-aktivitas yang berbeda, peralatan kerja yang berbeda, dan persyaratan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang berbeda. Karena itu diperlukan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental baru yang harus dikuasai oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan baru. Melalui analisis pekerjaan akan diperoleh data dan informasi tentang kesenjangan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental dan pelatihan yang dibutuhkan untuk mengatasi kesenjangan tersebut.
 
Dalam buku mereka Developing and Training Human Resources in Organizations, Wexley dan Latham (1991) menunjukkan aktivitas inti dari suatu analisis pekerjaan, yaitu : pertama, mempelajari uraian pekerjaan (job description) yang ada dalam suatu organisasi; kedua, mengidentifikasi tugas-tugas dalam suatu pekerjaan; ketiga, mengidentifikasi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan sikap mental (attitude) yang diperlukan untuk mampu mengerjakan tugas-tugas; keempat, menetapkan tujuan pelatihan; dan kelima membuat desain pelatihan. Wexley dan Latham (1991) menggambarkan kelima aktivitas tersebut dalam gambar sebagai berikut :

Hasil dari analisis pekerjaan antara lain dapat menjadi masukan untuk menyusun program-program pelatihan yang dibutuhkan sehubungan dengan penempatan kembali karyawan (employment replacement). Penempatan kembali karyawan pada jabatan-jabatan baru menyebabkan kompetensi lama perlu ditambah dengan kompetensi baru yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan baru.

Person Analysis (analisis orang).
Penilaian kinerja merupakan salah satu metode yang paling sering digunakan untuk melaksanakan identifikasi kebutuhan pelatihan. Fokus dari person analysis adalah individu atau karyawan. Dalam konteks identifikasi kebutuhan pelatihan, tujuan dari person analysis adalah untuk menjawab pertanyaan siapa yang membutuhkan pelatihan dan pelatihan apa yang dibutuhkannya.
 
Melalui penilaian kinerja dapat diketahui kinerja seorang karyawan pada suatu periode tertentu. Dari penilaian kinerja juga dapat diketahui kemampuan, kekuatan dan kelemahan karyawan melaksanakan pekerjaan. Jika hasil penilaian kinerja menunjukkan baik, maka secara umum karyawan dianggap mampu melaksanakan pekerjaan, mencapai sasaran dan target-target yang menjadi tanggung jawabnya. Jika hasil penilaian kinerja menunjukkan buruk atau di bawah rata-rata, maka karyawan dianggap tidak mampu melaksanakan pekerjaan, mencapai sasaran dan target-target yang menjadi tanggung jawabnya.
 
Penilaian kinerja harus menghasilkan data tentang kekuatan dan kelemahan karyawan. Pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental apa saja yang masih harus diperbaiki. Atau jika sudah baik, pengetahuan, keterampilan dan sikap mental apa saja yang perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Berdasarkan hasil penilaian kinerja dapat diketahui siapa saja yang masih harus dilatih dan jenis-jenis pengetahuan, keterampilan dan sikap mental apa saja yang harus dilatih.
 
Hasil-hasil dari proses analisis organisasi, analisis pekerjaan dan analisis orang inilah yang kemudian menjadi dasar untuk menyusun program-program pelatihan sehingga pelatihan yang dilaksanakan dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi proses maupun hasil pelatihan. Sebab, pelatihan yang diadakan adalah merupakan solusi dari masalah-masalah yang dihadapi di tingkat organisasi, unit kerja, pekerjaan, dan individu.
 
Perlu dipahami bahwa penggunaan ketiga metode tersebut dalam proses identifikasi kebutuhan pelatihan adalah kondisi yang ideal dan mungkin tidak mudah untuk dilaksanakan. Wexley dan Latham (1991) mengingatkan bahwa pertama, identifikasi kebutuhan pelatihan adalah proses yang membutuhkan waktu, terutama jika benar-benar menggunakan ketiga metode tersebut; kedua, identifikasi kebutuhan pelatihan adalah proses yang dilakukan berulang dan berkesinambungan setiap ada perubahan-perubahan terhadap organisasi, baik produk, jasa, teknologi maupun proses bisnis; dan last but not least, ketiga metode tersebut saling berhubungan dan melengkapi serta seyogyanya dilaksanakan secara simultan.
 
Pada akhirnya, kebutuhan dan pertimbangan masing-masing organisasi akan menentukan apakah untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan digunakan ketiga metode tersebut, atau seperti pada umumnya, hanya menggunakan person analysis (dalam hal ini penilaian kinerja) saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar